Pengertian Tasawuf
Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[butuh rujukan]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia. Sufisme merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para ahli sebagai bagian batin, dimensi mistis Islam; yang lain berpendapat bahwa sufisme adalah filosofi perennial yang eksis sebelum kehadiran agama, ekspresi yang berkembang bersama agama Islam.
Unsur tasawuf luar
a. Unsur Masehi
Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol
kasar yang digunakan para sufi adalah lambang kesederhanaan para
pendeta. Dan menurut Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf
itu berasal dari agama Nasrhani.
b. Unsur Yunani
Metode filsafat telah masuk pada dunia
dimana berkembangnya pada akhir Daulah Abbasiyah. Sehingga metode
filsafat ini pun timbul mempengaruhi pola pikir orang Islam yang ingin
dekat dengan sang Khaliknya yang kemudian disebut dengan tasawuf
filsafat.
c. Unsur Hindhu/Budha
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana
tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam Agama
Hindhu. Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh
Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adhamtokoh sufi. Dan menurut Qomar
Kailani pendapat inilah yang paling ekstrim. Karena kalau diterima,
berarti Agama Hindhu/Budha sudah ada di Arab sejak jaman Nabi.
d. Unsur Persia
Keterkaitan Arab dan Persia sudah
semenjak lamayaitu dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatandan
sastra. Namun belum ditemukan dalil yang kuat menyatakan bahwa kehidupan
rohani Persia telah masuk pada kerohanian Arab.
Sejarah Pekembangan Tasawuf
- Kelahiran Tasawuf
Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak fersi.
Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang
zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada
anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam,
tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama.[7]
a)
Anggapan
Adanya Pengaruh Ajaran Non Islam
1)
Pengaruh
ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan –tulisan tentang rahib-rahib yang
hidup menjauhi dunia dan mengasingkan diri di Padang pasir Arabia atau menempati biara-biara.
2)
Pengaruh
ajaan Hindu dan Budha
·
Ajaran
Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan kehidupan dunia untuk lebih
mendekattkan diri dengan Tuhannya untuk mencapai Atman dengan Brahman.
·
Ajaran
Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang budha diawajibkan meninggalkan
kehidupan duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.
Dalam tasawuf dikenal dengan konsep fana’.
3)
Pengaruh
filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang sebenarnya adalah berada di alam samawi. Maka untuk memperolehnya, manusia
harus membersihkan ruh dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf
dikenal dengan zuhud.
4)
Pengaruh
filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep emanasi dijelaskan bahwa Dzat
Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam wujud ini. Ruh berasal dari
Tuhan dan akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal dengan wahdatul
wujud.
b)
Lahirnya
Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam
Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme
itu lahir dari agama Islam sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an
maupun hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat
Al-Baqarah: 115 dijelaskan, “Dan kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat,
maka kemanapun kalian mengarahkan (wajah kalian), di situ ada
wajah Allah”. Dalam ayat lain Allah juga menerangkan, “Telah Kami
ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami lebih
dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. ( Q.S.
Qaff: 16). Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga
disebutkan hal serupa, yang artinya “Jika seorang hamba mendekatiKu
sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia medekatiKu sehasta, niscaya
Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan,
niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.
Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun
hadits yang dijadikan dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas
dari adanya pengaruh dari luar atau tidak, Islam sendiri mengajarkan sufisme.
Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan lahirnya Islam sendiri.
- Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam
Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak
perkembangan melalui beberapa tahap sejak pertumbuhannya hingga sekarang. Pada
sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis,
yaitu terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi
kekacauan dan kemerosotan akhlak. Akhirnya para ulama’ dan para sahabat yang
masih ada,
berpikir dan berikhtiar untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai
hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah
yang menjadi awal timbulnya benih tasawuf ang paling awal.[8]
1.
Abad I dan
II Hijriyah
Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud.
Yaitu ketika sekelompok kaum muslim memusatkan perhatian dan
memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar kepentingan
akhirat. Tokohnya antara lain:
·
Al-Hasan
Al-Bashri (w. 110 H)
·
Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).
2.
Abad III
dan IV Hijriiyah
Pada
abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi
kerohanian yang pada masa permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi.
Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata
kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran
siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari
dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk
kedalam yang dicintai ( fana fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan
mendorong ke persatuan dengan yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini
telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.
Pada
fase ini berdiri lembaga pendididkan yang
khusus mengajarkan pendidikan cara hidup sufisik dalam bentuk tarekat.
Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`,
ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang
shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik ( al-hissiyat). Ittihad
adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga
masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ). Hulul
adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih.[9] Tokoh-tokohnya adalah:
·
Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)
·
Al-Junaid
·
Al-Sari Al-Saqathi
·
Al-Kharraz
·
Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)
3.
Abad V Hijriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni
memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau
yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf
yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase
ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah
mulai melenceng dari koridor syari’ah atau tradisi (sunnah) Nabi dan
sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal
adalah Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali
yang menjadi acuan para tokoh sufi
lainnya. Tokoh tasawuf pada fase ini
adalah:[10]
·
Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)
·
Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)
·
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)
·
Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)
·
Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)
·
Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)
4.
Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf
falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa ( dzauq ) dan rasio (
akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman
– pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian
diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud
yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya
gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini
para sufi lebih mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah. Perhatian
mereka sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan.
Para tokohnya antara lain:[11]
·
Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560 – 638
H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya.
·
Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.
·
Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)
·
Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)
No comments:
Post a Comment