Sponsor

Thursday, March 3, 2016

Pengertian tasawuf,unsur luar dan sejarah


Pengertian Tasawuf

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[butuh rujukan]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia. Sufisme merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para ahli sebagai bagian batin, dimensi mistis Islam; yang lain berpendapat bahwa sufisme adalah filosofi perennial yang eksis sebelum kehadiran agama, ekspresi yang berkembang bersama agama Islam.

 

Unsur tasawuf luar

 

a. Unsur Masehi

Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang digunakan para sufi adalah lambang kesederhanaan para pendeta. Dan menurut Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrhani.

b. Unsur Yunani

Metode filsafat telah masuk pada dunia dimana berkembangnya pada akhir Daulah Abbasiyah. Sehingga metode filsafat ini pun timbul mempengaruhi pola pikir orang Islam yang ingin dekat dengan sang Khaliknya yang kemudian disebut dengan tasawuf filsafat.

c. Unsur Hindhu/Budha

Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam Agama Hindhu. Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adhamtokoh sufi. Dan menurut Qomar Kailani pendapat inilah yang paling ekstrim. Karena kalau diterima, berarti Agama Hindhu/Budha sudah ada di Arab sejak jaman Nabi.

d. Unsur Persia

Keterkaitan Arab dan Persia sudah semenjak lamayaitu dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatandan sastra. Namun belum ditemukan dalil yang kuat menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk pada kerohanian Arab.


 Sejarah Pekembangan Tasawuf
  1. Kelahiran Tasawuf

Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak fersi. Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama.[7]

a)    Anggapan Adanya Pengaruh Ajaran Non Islam

1)   Pengaruh ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan –tulisan tentang rahib-rahib yang hidup menjauhi dunia dan mengasingkan diri di Padang pasir Arabia atau menempati biara-biara.

2)   Pengaruh ajaan Hindu dan Budha

·           Ajaran Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan kehidupan dunia untuk lebih mendekattkan diri dengan Tuhannya untuk mencapai Atman dengan Brahman.

·           Ajaran Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang budha diawajibkan meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.

Dalam tasawuf dikenal dengan konsep fana’.

3)   Pengaruh filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang sebenarnya adalah berada di alam samawi. Maka untuk memperolehnya, manusia harus membersihkan ruh dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf dikenal dengan zuhud.

4)   Pengaruh filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep emanasi dijelaskan bahwa Dzat Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam wujud ini. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal dengan wahdatul wujud.



b)   Lahirnya Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam

Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme itu lahir dari agama Islam sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an maupun hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat Al-Baqarah: 115 dijelaskan, “Dan kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat, maka kemanapun kalian mengarahkan (wajah kalian), di situ ada wajah Allah”. Dalam ayat lain Allah juga menerangkan, “Telah Kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami lebih dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. ( Q.S. Qaff: 16). Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal serupa, yang artinya “Jika seorang hamba mendekatiKu sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia medekatiKu sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.

Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun hadits yang dijadikan dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau tidak, Islam sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan lahirnya Islam sendiri.

  1. Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam

Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak perkembangan melalui beberapa tahap sejak pertumbuhannya hingga sekarang. Pada sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis, yaitu terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi kekacauan dan kemerosotan akhlak. Akhirnya para ulama’ dan para sahabat yang masih ada, berpikir dan berikhtiar untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah yang menjadi awal timbulnya benih tasawuf ang paling awal.[8]



1.   Abad I dan II Hijriyah

Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud. Yaitu ketika sekelompok kaum muslim memusatkan perhatian dan memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar kepentingan akhirat. Tokohnya antara lain:

·         Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H)

·          Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).

2.   Abad III dan IV Hijriiyah

                   Pada abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian yang pada masa permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai ( fana fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.

Pada fase ini berdiri lembaga pendididkan yang khusus mengajarkan pendidikan cara hidup sufisik dalam bentuk tarekat.  Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik ( al-hissiyat). Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ). Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih.[9] Tokoh-tokohnya adalah:

·           Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)

·           Al-Junaid

·           Al-Sari Al-Saqathi

·           Al-Kharraz

·           Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)

3.   Abad V Hijriyah

Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syari’ah atau tradisi (sunnah) Nabi dan sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal adalah Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali yang menjadi acuan para tokoh sufi lainnya.  Tokoh tasawuf pada fase ini adalah:[10]

·           Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)

·           Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)

·           Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)

·           Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)

·           Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)

·           Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)



4.   Abad VI Hijriyah

Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa ( dzauq ) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini para sufi lebih mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah. Perhatian mereka sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan. Para tokohnya antara lain:[11]

·           Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560 – 638 H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya.

·           Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.

·           Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)

·           Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)
      

No comments:

Post a Comment